First Love Never Dies

First Love Never Dies

 

“jangan galau saat banyak duit” ungkapan ini agaknya tepat untuk menggambarkan perjalanan saya kali ini. Berawal dari pindah kantor ke sebelah terminal Rawamangun membuat jiwa saya yang telah lama terkubur (prettt) bangkit kembali. Bagaimana ceritanya? Yuk ah di simak….

Agaknya perjalanan saya kali ini juga dibumbui dengan rasa dendam gagal naik bis menuju surabaya di akhir februari lalu, alih-alih melupakan hal itu suatu pagi yang indah orang tua penulis mengucapkan kata-kata maut yang isinya adalah “wah kalo sarapan lentog pasti enak ya” kata-kata maut itu membuat saya pun langsung kerasukan, tak ayal saat jam istirahat kaki langsung melangkah menuju terminal rawamangun untuk menebus tiket pujaan hati saya yang tak lain adalah NS01.

“mbak, tiket single seat 1C ada?” ucap saya yang langsung disambut dengan “sebentar mas” akhirnya si mbak agen pun langsung menelpon entah kemana yang jelas bukan ke polsek terdekat sih, dan setelah pembicaraannya via telpon berakhir dia berujar “adanya 2C dan 3C mas, gimana?” segera saya mengiyakan untuk 2C saja, kenapa tidak 3C? Karena saya pernah duduk disitu tahun 2013 lalu. Sejurus selesai masalah tiket pergi, tanpa mempedulikan pulang mau naik apa, dan langkah kaki pun kembali ke kantor lagi.

Cerita itu terjadi tepatnya hari senin. Masalah pulang yang masih terbengkalai membuat saya mengkontak beberapa rekan yang mumpuni dalam masalah naik bis. Akhirnya saya coba putuskan untuk mencoba armada super executive nya PO Shantika dengan judul Sahalah.

 

Prolog terlalu panjang? Oke kita skip pada hari H hehehe…..

 

Jum’at 13 Maret 2015. Entah kenapa hari itu banyak banget deh yang update PM BBM Friday 13th, untungnya saya gak ikutan latah masang juga (padahal hampir loh). Dari pagi ke kantor udah gak konsen, belom packing mau bawa apa, alhamdulillahnya orangtua saya sangat mendukung kepergian saya ini dengan membantu ngeberesin perabotan lenong saya yang nanti akan diantarkan ke kantor pas menjelang saya berangkat. Sampai di kantor pun ngerjain kerjaan makin gak konsen, pengen rasanya langsung duduk di kabin jetbus lansiran adiputro…. Dan akhirnya jam 5.20 langsung lari ke terminal tentunya setelah ketemu ama orangtua dulu karena ada perabotan lenong yang harus dibawa hehehe.

Depan NS 04 Belakang NS 01

Depan NS 04 Belakang NS 01

Sampai di terminal, NS01 belom menunjukkan batang spionnya. Kemanakah gerangan? Setelah check-in di agen (hehehe) saya melipir ke indomaret sebelah terminal, dan tak lama mulai hadir diawali dengan NS04 dan disusul NS01. Hello, ini CLBK hehehe. Sayangnya, bis sudah lumayan terisi penuh dari agen daan mogot menurut perkiraan saya, jadi saya tidak begitu leluasa untuk foto-foto interior. Uniknya menurut saya, kok tumben barang bawaan penumpang tidak diletakkan di bagasi semua, bahkan tas saya pun tidak diletakkan di bagasi, melainkan diletakkan di belakang kursi dekat pintu masuk belakang, bahkan ada juga bawaan yang diletakkan diatas toilet.

Kokpit saat itu

Kokpit saat itu

solar full tapi maximum speed nya.....

solar full tapi maximum speed nya…..

kira-kira ini singa atau burung griffin hayo???

kira-kira ini singa atau burung griffin hayo???

Setelah mengambil beberapa foto yang jauh dari kata profesional, akhirnya saya meletakkan pantat di single seat 2C. Dan tak lama, dengan cukup perlahan meninggalkan terminal rawamangun. Yang menjadi perhatian saya pula, jam keberangkatan sepertinya lebih awal dibanding sesama rute muriaan lainnya ya? Tapi tak apa hehehe. Membelah kemacetan tentunya inilah yang saya sebut CLBK, kenyamanan menggunakan NS01 masih seperti bukan berada di dalam sebuah bis, tapi jika saya boleh menggambarkan secara lebay, mungkin ini seperti ada di dalam Toyota Vellfire dengan ottoman chair nya dan perpindahan gigi yang sangat lembut namun garang, hanya saja suasana syahdu saat itu diganggu dengan tayangan sinetron dari salah satu stasiun televisi swasta yang pret banget lah.

ottoman chair saya saat itu

ottoman chair saya saat itu

leg rest nya *abaikan paha nya

leg rest nya *abaikan paha nya

Menjelang tol pedati, kemacetan langsung menghadang, seperti biasa biang keroknya adalah di menjelang pintu masuk tol banyak bis patas yang ngetem mencari penumpang, segera saja sen kanan dinyalakan, NS01 pun menjajaki jalur sebelah yang bernama “busway” gak salah juga sih menurut saya, wong namanya aja udah busway, ya berarti buat bus kan hehehe (ngawur). Tol senja itu tidak begitu padat, namun tidak bisa juga dibilang lancar, memasuki ruas tol cikampek lalu lintas tidak begitu padat hanya saja, driver pinggir tidak berpikir lama jika melihat antrian di depannya untuk menggunakan bahu jalan hehehe. Azan maghrib berkumandang, saya berpikir apakah akan menggabung atau langsung solat? Tapi saat itu saya lebih memilih untuk langsung solat dengan cara duduk.

Skip, tidak ada yang begitu menarik sepanjang ruas tol cikampek kecuali ada beberapa bis tanah sunda yang seolah saling berbalas klakson. Sekitar 1,5 jam perjalanan, NS01 diarahkan untuk exit kalihurip, antrian bayar belum terlalu mengular saat itu, namun menjelang pintu masuk PT Pupuk Kujang semua berubah. Dengan pimpinan ELF Minibus berplat Jawa Tengah, NS01 pun langsung membuka jalur kanan, walaupun sesekali terpaksa memberikan tekanan pada beberapa kendaraan dijalur sebenarnya walhasil mungkin sekitar 15 menit, barulah NS01 ini lolos dari perangkap dawuan.

cikampek

cikampek

4,3,2,1, bahu..!!!

4,3,2,1, bahu..!!!

Memasuki area pertarungan, belum terlihat penampakan armada muria yang lain, mengingat memang NS01 termasuk armada muria yang berangkat awal dari terminal rawamangun, hanya sesekali bertemu Sinar Jaya yang dengan mudahnya disalip dengan santun. Mesin besutan swedia ini nampak berlari dengan santai, hingga akhirnya kurang lebih pukul 22.00 NS01 mulai dilambatkan untuk menservis makan para penumpangnya di RM Tamansari Pamanukan. Seingat saya, mungkin sekitar 40 menit warga NS01 melepas lelah dan melepas rasa lapar di RM Tamansari baru kemudian NS01 berbarengan dengan NS04 kembali angkat jangkar menuju Kota Kudus.

menu malam, free flow asal tahan malu

menu malam, free flow asal tahan malu

Rasa lelah, membuat saya langsung menjadi bobomania. Namun kali ini, entah mungkin badan saya yang makin lebar menjadikan kursi elektrik itu tidak begitu maksimal menopang badan saya, dan ditambah pula selimut yang kok menciut jadi kecil, apalagi dengan hujan yang mulai turun rintik-rintik menambah suhu AC makin terasa menggigil, dan tidak lama 3……2……1……. Grokkkkkkkkkkk saya pun jadi bobomania hehehe. Terbangun sebentar di tol kanci, kemudian melanjutkan kembali tidur hingga bangun di terminal mangkang.

Hujan deras mengguyur semarang dinihari, beberapa penumpang mulai turun seingat saya ada yang turun di menjelang tol krapyak, ada yg turun di dekat bawah flyover dan di beberapa tempat lain yang saya lupa. Hal cukup membuat saya panik, ketika saya kembali dari toilet, saya tidak dapat menemukan tas saya, yang saya letakkan di jok, tentu panik, apalagi takutnya ada penumpang yang sudah turun membawa tas saya. Alhamdulillah kepanikan saya tidak berlangsung lama, karena penumpang di baris 2B segera memberitahu bahwa tas saya diamankan oleh pak kondektur karena mengira tas saya adalah milik penumpang yang sudah turun namun tertinggal. Ah syukurlah…

Setelah terminal Terboyo, hujan belum juga menunjukkan tanda akan berhenti malah nampaknya semakin deras. Ada beberapa PO yang dicentang dengan santun tapi lihai oleh NS01 yang sempat saya ingat Pahala Kencana, dan OBL yang entah jatah mana. Yang menarik bagi saya, walaupun hujan deras NS01 terasa seperti tidak mengurangi kecepatannya, namun pengendaliannya tetap mantap. Tak terasa mungkin sekitar 45 menit, sang Scania pun mulai menyalakan segitiga disertai dengan cahaya merah dari pemandu parkir untuk membantu Scania ini masuk ke pool nya di Karanganyar, Demak. Suatu hal yang sangat saya menarik adalah, ketika saya melirik speedometer sembari mengucapkan maturnuwun kepada pak Driver, adalah munculnya semacam notifikasi “T/C Offroad Activated” di panel speedometer, saya berasumsi ini semacam traction control yang biasa digunakan di mobil mobil untuk menambah mantap dalam pengendalian, sayangnya saya gak sempet foto speedometer saat munculnya notifikasi semacam itu.

Setelah turun bis, saya sempat melirik jam menunjukkan 4.15 pagi, cukup normal untuk sebuah perjalanan Jakarta-Kudus yang kurang lebih ditempuh 10 jam, what a comfortable journey with a “big version of Vellfire”

IMG_1153